Senin, 03 September 2018

Hei, Rembulan

Hei, rembulan!

Dahulu
Aku bernaung dibawah sinarmu yang hangat
Bercengkrama denganmu hingga malam terasa cepat
Kau sendirian namun datang sebagai penyemangat
Hingga ku tak sadar jantung berdetak kian cepat
Karena mu

Tapi, rembulan

Kini sinarmu untukku rasanya mulai redup
Hingga ku sadar yang tadinya cepat mulai lambat berdegup
Namun di sini masih bertanya
Sebenarnya kenapa?

Kau yang menjauh
Ataukah diriku
Aku tak tahu

Maaf, rembulan

-Tal

Sajak Tentang Sajak

Ini sajak
Dari sekumpulan kata yang abstrak
Menjadi rangkaian kata yang bercorak


Ini sajak
Layaknya kaki menapak pijak
Di hati meninggalkan jejak


Ini sajak
Jadikan ia sebagai karya yang layak
Jangan kau injak-injak


Ini sajak
Tidak perlu bijak
Yang penting terdengar enak


Ini sajak
Tidak perlu banyak-banyak
Mari kita beranjak

-Tal, Si Penikmat Sajak

Jumat, 17 Agustus 2018

Gemuruh




Sengaja menepi
Ku biarkan diriku dalam sepi
Seketika mata ini terpejam
Tatkala gemuruh menghujam
Tak mengizinkanku berada dalam kesunyian

Tapi,

Hari ini langit cerah
Tak ada gemuruh yang marah
Lantas apakah?

Sial!
Hatiku yang mendung
Membendung rasa yang merundung
Rindu dan sakit bergabung
Ingin rasanya dirimu ku pentung


-Tal

Bogor, 5:06

Teman Rindu


Aku ingin sekadar menuang perasaan

Pada seuntai alunan hitam putih yang ditekan

Layaknya dikau, lelaki yang memiliki pena hitam dan kertas putih sebagai teman

Tapi mengapa sulit?

Ajari aku caranya tanpa berbelit



-Tal



Minggu, 04 Maret 2018

The Beginning

Permulaan.
Bagaimana bisa kita mengerjakan suatu hal tanpa adanya permulaan?
Salah satu hal yang sering dianggap remeh oleh kebanyakan orang--termasuk saya--adalah permulaan.
Mengapa?

Dari dulu saya beranggapan bahwa untuk apa membuang-buang waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengerjakan suatu hal yang tidak penting bagi saya. Saya tidak pernah mau memulai suatu hal yang saya pikir saya tidak minat. Lebih baik saya menghabiskan waktu di kamar untuk sekadar membaca komik atau novel.

Karena saya selalu berpikiran seperti itu, saya menjadi seorang penakut. Penakut dalam memulai. Tanpa sadar saya telah terhipnotis oleh pikiran-pikiran saya sendiri. Disaat orang lain sudah selangkah dua langkah lebih maju, saya masih diam di tempat. Saya menyadari satu hal, bahwa saya tidak akan pernah maju apabila saya tidak mau. Maka dari itu saya butuh yang namanya sebuah permulaan.

Tanpa permulaan, bagaimana bisa tahu hasil akhirnya? 

Dan akhirnya saya mulai mencoba suatu hal yang awalnya saya pikir tidak penting dan tidak saya minati. Belajar fisika salah satunya. Kemudian saya menyesal telah berpikir bahwa hal tersebut tidak penting. Karena kenyataannya pelajaran tersebut sangat bersangkutan dengan jurusan yang ingin saya ambil di kuliah nanti. Dan saya juga baru menyadari bahwa kita baru bisa menentukan apakah kita minat atau tidak terhadap sesuatu setelah kita mencobanya. Bagaimana kita bisa tahu minat atau tidaknya terhadap sesuatu kalau belum mencobanya sedikitpun?

Dan saya baru tahu kalau ternyata saya suka fisika.
ㅠ.ㅠ
Seharusnya saya sudah tahu lebih dulu. Sayangnya, saya malas membuat permulaannya.

Jadi, kenapa permulaan sering dianggap remeh? Karena itu.
Ada pikiran-pikiran yang tercantol di otak kita seperti ini
"Ah, ngapain sih ngelakuin itu? Aku kan ga minat."
Atau
"Ah, males. Buang-buang waktu saja."
Atau
"Ngga mau ah. Percuma saya juga ngga bakalan bisa."
Dsb.

Bagaimana bisa tahu kalau belum memulainya? 


-Tal